Rabu, 14 Mei 2014

MAKALAH ETIKA KEBIDANAN


 
 “Aspek Hukum Aborsi”


D i s u s u n    O l eh :
Tri Rika Sri Megawita (13140115)
           
Program Studi  D4-Bidan Pendidik
Fakultas  Ilmu Kesehatan
Universitas Respati Yogyakarta
2013/2014







KATA PENGANTAR
          Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, Sang Pencipta alam semesta, manusia, dan kehidupan beserta segala isinya, karena berkat pimpinan, bimbingan, bantuan, izin serta bimbingan-Nya kami dapat menyelesaikan makalah dengan judul “ ASPEK HUKUM ABORSI ” ini tepat pada waktunya.
          Pada kesempatan ini,Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada  Istri Yuliani, S.SiT selaku dosen mata kuliah Etika Profesi Kebidanan atas bimbingannya serta semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian makalah ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Topik pada makalah ini adalah aspek hukum aborsi , khususnya mengarah pada pembahasan mengenai pengertian aborsi, deskripsi aborsi, masalah – masalah aborsi, dan macam – macam aborsi . Kami mengumpulkan data-data dari berbagai sumber seperti buku, dan internet.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kekurangan, untuk itu Penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari para pembaca demi peningkatan kualitas makalah.
Yogyakarta, 21 April  2014

                                                                            Penulis

                                                        BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 LATAR BELAKANG
Di era globalisasi sekarang ini, perubahan begitu cepat terjadinya sehingga kadang kala kita sendiri belum siap untuk menyikapi perubahan tersebut.Perubahan tersebut terjadi karena perkembangan teknologi dalam berbagai bidang kian canggihnya dan kian cepatnya sehingga mau tidak mau kita juga terkena imbasnya. Dalam segala bidang, manusia terus menerus mengalami perubahan karena ilmu pengetahuan terus menerus berkembang sehingga cakrawala berpikir kita kian hari kian maju.Namun sebaliknya, imbas dari perkembangan jaman itu sendiri tidak hanya bergerak kearah positif, tetapi juga menawarkan sisi negatifnya kepada umat manusia karena sebenarnya perkembangan teknologi tersebut seperti pedang bermata dua. Hanya tinggal kita yang diberi akal oleh Tuhan YangMaha Kuasa ini memilih, mau kearah yang benar atau salah demi mewujudkan keinginan kita.Dalam tulisan ini penulis ingin membahas tentang kehamilan tidak diinginkan serta prilaku aborsi pada wanita usia subur, dimana kita tahu bahwa wanita usia subur (WUS) terdiri dari remaja, dan wanita dewasa baik yang menikah maupun belum menikah.Berbicara mengenai aborsi akan menimbulkan berbagai tanggapan dan penilaian yang berbeda-beda pada masing-masing individu karena adanya perbedaan pengetahuan dari diri mereka sehingga sikap yang ditimbulkannya punberbeda. Sarwono (1989) menyatakan mempertahankan kegadisan merupakan halyang paling utama sebelum pernikahan karena kegadisan pada wanita sering dilambangkan sebagai “mahkota” atau “tanda kesucian” atau “tanda kesetiaan”
pada suami. Hilangnya kegadisan bisa menimbulkan depresi pada wanita yang bersangkutan. Terlebih lagi bila menimbulkan kehamilan.Hasil studi membuktikan bahwa angka kejadian aborsi pada wanita dewasa yang menikah lebih besar dari pada angka kejadian aborsi pada wanita yang belum menikah termasuk remaja.
 
Penulis akan lebih mengupas tentang aborsi yang dilakukan dikalangan siswa dan mahasiswa. Menurut hemat penulis perubahan paradigma yang berakibat terjadinya perubahan perilaku itu hanya dapat di lakukan melalui proses belajar mengajar, baik informal yang dapat berlangsung dilingkungannya maupun disekolah. Jadi jika kita telah memasukan nilai-nilai moral dalam hal ini aborsi itu adalah tidak benar, maka untuk kemudian hari individu tersebut tidak akan melakukan perbuatan tersebut sekalipun dia sudah menikah dan mengalami masalah yang menurut pemikirannya aborsi adalah jalan keluarnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH
1)Untuk mengetahui lebih mendalam faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya aborsi.
2)Bagaimana cara mencegah terjadinya aborsi.
3)apa saja aspek-aspek hukum mengenai aborsi.

1.3 TUJUAN
Untuk memperoleh gambaran tentang akibat tindakan aborsi dan faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya aborsi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Konsep dasar
Aborsi Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. (Wikipedia, 2009)
 Abortus provokatus merupakan jenis abortus yang sengaja dibuat/dilakukan, yaitu dengan cara menghentikan kehamilan sebelum janin dapat hidup di luar tubuh ibu.
Abortus Provokatus Medisinalis/Artificialis/Therapeuticus.
Merupakan abortus yang dilakukan dengan disertai indikasi medik. Di Indonesia yang dimaksud dengan indikasi medik adalah demi menyelamatkan nyawa ibu. Syarat-syaratnya:
1. Dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya (yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan) sesuai dengan tanggung jawab profesi.
2. Harus meminta pertimbangan tim ahli (ahli medis lain, agama, hukum, psikologi).
3. Harus ada persetujuan tertulis dari penderita atau suaminya atau keluarga terdekat.
4. Dilakukan di sarana kesehatan yang memiliki tenaga/peralatan yang memadai, yang ditunjuk oleh pemerintah.
5. Prosedur tidak dirahasiakan.
6. Dokumen medik harus lengkap.


Alasan-alasan untuk melakukan tindakan abortus medisinalis :
1. Abortus yang mengancam (threatened abortion) disertai dengan perdarahan yang terus menerus, atau jika janin telah meninggal (missed abortion).
2. Mola Hidatidosa atau hidramnion akut.
3. Infeksi uterus akibat tindakan abortus kriminalis.
4. Penyakit keganasan pada saluran jalan lahir, misalnya kanker serviks atau jika dengan adanya kehamilan akan menghalangi pengobatan untuk penyakit keganasan lainnya pada tubuh seperti kanker payudara.
5. Prolaps uterus gravid yang tidak bisa diatasi.
6. Telah berulang kali mengalami operasi caesar.
7. Penyakit-penyakit dari ibu yang sedang mengandung, misalnya penyakit jantung organik dengan kegagalan jantung, hipertensi, nephritis, tuberkulosis paru aktif, toksemia gravidarum yang berat.
8. Penyakit-penyakit metabolik, misalnya diabetes yang tidak terkontrol yang disertai komplikasi vaskuler, hipertiroid, dan lain-lain.
9. Epilepsi, sklerosis yang luas dan berat.
10. Hiperemesis gravidarum yang berat, dan chorea gravidarum.
11. Gangguan jiwa, disertai dengan kecenderungan untuk bunuh diri. Pada kasus seperti ini, sebelum melakukan tindakan abortus harus dikonsultasikan dengan psikiater.
Abortus Provokatus Kriminalis
Merupakan aborsi yang sengaja dilakukan tanpa adanya indikasi medik (ilegal). Biasanya pengguguran dilakukan dengan menggunakan alat-alat atau obat-obat tertentu. Aborsi provokatus kriminalis adalah pengguguran kandungan yang tujuannya selain untuk menyelamatkan/mengobati ibu, dilakukan oleh tenaga medis/non-medis yang tidak kompeten, serta tidak memenuhi syarat dan cara-cara yang dibenarkan oleh peraturan perundangan. Biasanya di dalamnya mengandung unsur kriminal atau kejahatan.
Alasan-alasan melakukan abortus provokatus kriminalis :
1. Alasan kesehatan, di mana ibu tidak cukup sehat untuk hamil.
2. Alasan psikososial, di mana ibu sendiri sudah enggan/tidak mau untuk punya anak lagi.
3. Kehamilan di luar nikah.
4. Masalah ekonomi, menambah anak berarti akan menambah beban ekonomi keluarga.
5. Masalah sosial, misalnya khawatir adanya penyakit turunan, janin cacat.
6. Kehamilan yang terjadi akibat perkosaan atau akibat incest (hubungan antar keluarga).
7. Selain itu tidak bisa dilupakan juga bahwa kegagalan kontrasepsi juga termasuk tindakan kehamilan yang tidak diinginkan.
Dari banyaknya penyebab permasalahan aborsi di atas, semua pihak dihadapkan pada adanya pertentangan baik secara moral dan kemasyarakatan di satu sisi maupun dengan secara agama dan hukum di lain sisi. Dari sisi moral dan kemasyarakatan, sulit untuk membiarkan seorang ibu yang harus merawat kehamilan yang tidak diinginkan terutama karena hasil pemerkosaan, hasil hubungan seks komersial (dengan pekerja seks komersial) maupun ibu yang mengetahui bahwa janin yang dikandungnya mempunyai cacat fisik yang berat. Anak yang dilahirkan dalam kondisi dan lingkungan seperti ini nantinya kemungkinan besar akan tersingkir dari kehidupan sosial kemasyarakatan yang normal, kurang mendapat perlindungan dan kasih sayang yang seharusnya didapatkan oleh anak yang tumbuh dan besar dalam lingkungan yang wajar, dan tidak tertutup kemungkinan akan menjadi sampah masyarakat.
Di samping itu, banyak perempuan merasa mempunyai hak atas mengontrol tubuhnya sendiri. Di sisi lain, dari segi ajaran agama, agama manapun tidak akan memperbolehkan manusia melakukan tindakan penghentian kehamilan dengan alasan apapun. Sedangkan dari segi hukum, masih ada perdebatan-perdebatan dan pertentangan dari yang pro dan yang kontra soal persepsi atau pemahaman mengenai undang-undang yang ada sampai saat ini. Baik dari UU kesehatan, UU praktik kedokteran, kitab undang-undang hukum pidana (KUHP), UU penghapusan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan UU hak azasi manusia (HAM). Keadaan seperti di atas inilah dengan begitu banyak permasalahan yang kompleks yang membuat banyak timbul praktik aborsi gelap, yang dilakukan baik oleh tenaga medis formal maupun tenaga medis informal. Baik yang sesuai dengan standar operasional medis maupun yang tidak, yang kemudian menimbulkan komplikasi – komplikasi dari mulai ringan sampai yang menimbulkan kematian.

2.2 ASPEK HUKUM ABORSI
A. Aspek Hukum Aborsi
Aspek hukum pada aborsi mengenai :
1. Wanita yang menggugurkan kandungan;
2. Orang lain yang menggugurkan kandungan si wanita (bisa dokter, atau tenaga medis lainnya, dan juga dukun beranak, atau orang lain);
3. Orang lain yang membantu atau turut serta menggugurkan kandungan si wanita;
4. Orang yang menyuruh menggugurkan kandungan si wanita.

Faktor-faktor yang memengaruhi tindakan aborsi :
1. Faktor ekonomi, di mana dari pihak pasangan suami isteri yang sudah tidak mau menambah anak lagi karena kesulitan biaya hidup, namun tidak memasang kontrasepsi, atau dapat juga karena kontrasepsi yang gagal.
2. Faktor penyakit herediter, di mana ternyata pada ibu hamil yang sudah melakukan pemeriksaan kehamilan mendapatkan kenyataan bahwa bayi yang dikandungnya cacat secara fisik.
3. Faktor psikologis, di mana pada para perempuan korban pemerkosaan yang hamil harus menanggung akibatnya. Dapat juga menimpa para perempuan korban hasil hubungan saudara sedarah (incest), atau anak-anak perempuan oleh ayah kandung, ayah tiri ataupun anggota keluarga dalam lingkup rumah tangganya.
4. Faktor usia, di mana para pasangan muda-mudi yang masih muda yang masih belum dewasa & matang secara psikologis karena pihak perempuannya terlanjur hamil, harus membangun suatu keluarga yang prematur.
5. Faktor penyakit ibu, di mana dalam perjalanan kehamilan ternyata berkembang menjadi pencetus, seperti penyakit pre-eklampsia atau eklampsia yang mengancam nyawa ibu.
6. Faktor lainnya, seperti para pekerja seks komersial, ‘perempuan simpanan’, pasangan yang belum menikah dengan kehidupan seks bebas atau pasangan yang salah satu/keduanya sudah bersuami/beristri (perselingkuhan) yang terlanjur hamil.
Di Indonesia adapun ketentuan-ketentuan yang berkaitan dengan soal aborsi dan penyebabnya dapat dilihat pada:
1. KUHP Bab XIX Pasal 229,346 s/d 349
1. Pasal 229: Barang siapa dengan sengaja mengobati seorang perempuan atau menyuruhnya supaya diobati, dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan, bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau denda paling banyak tiga ribu rupiah.
2. Pasal 346: Seorang perempuan yang dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungannya atau menyuruh orang lain untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.
3. Pasal 347:
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan tanpa persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama duabelas tahun.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama limabelas tahun.
4. Pasal 348:
1) Barang siapa dengan sengaja menggugurkan atau mematikan kandungan seorang perempuan dengan persetujuannya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun enam bulan.
2) Jika perbuatan itu mengakibatkan matinya perempuan tersebut, diancam dengan pidana penjara tujuh tahun.
5. Pasal 349:
Jika seorang dokter, bidan atau juru obat membantu melakukan kejahatan berdasarkan pasal 346, ataupun membantu melakukan salah satu kejahatan dalam pasal 347 dan 348, maka pidana yang ditentukan dalam pasal itu dapat ditambah dengan sepertiga dan dapat dicabut hak untuk menjalankan pencaharian dalam mana kejahatan dilakukan.
6. Pasal 535 : Barang siapa secara terang-terangan mempertunjukkan suatu sarana untuk menggugurkan kandungan, maupun secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarkan, ataupun secara terang-terangn atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjuk sebagai bisa didapat, sarana atau perantaraan yang demikian itu, diancam dengan kurungan paling lama tiga bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Dari rumusan pasal-pasal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa:
1. Seorang perempuan hamil yang dengan sengaja melakukan aborsi atau ia menyuruh orang lain, diancam hukuman empat tahun penjara.
2. Seseorang yang dengan sengaja melakukan aborsi terhadap ibu hamil dengan tanpa persetujuan ibu hamil tersebut, diancam hukuman penjara 12 tahun, dan jika ibu hamil tersebut mati, diancam penjara 15 tahun penjara.
3. Jika dengan persetujuan ibu hamil, maka diancam hukuman 5,5 tahun penjara dan bila ibu hamil tersebut mati diancam hukuman 7 tahun penjara.
4. Jika yang melakukan dan atau membantu melakukan aborsi tersebut seorang dokter, bidan atau juru obat ancaman hukumannya ditambah sepertiganya dan hak untuk berpraktik dapat dicabut.
5. Setiap janin yang dikandung sampai akhirnya nanti dilahirkan berhak untuk hidup serta mempertahankan hidupnya.
Meskipun dalam KUHP tidak terdapat satu pasal pun yang memperbolehkan seorang dokter melakukan abortus atas indikasi medik, sekalipun untuk menyelamatkan jiwa ibu, dalam prakteknya dokter yang melakukannya tidak dihukum bila ia dapat mengemukakan alasan yang kuat dan alasan tersebut diterima oleh hakim (Pasal 48).
2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
a. Pasal 15 ayat 1 dan 2
1) Dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya dapat dilakukan tindakan medis tertentu.
2) Tindakan medis tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat dilakukan :


1. Berdasarkan indikasi medis yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut.
2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu dan dilakukan sesuai dengan tanggungjawab profesi serta berdasarkan pertimbangan tim ahli.
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami atau keluarganya.
4. Pada sarana kesehatan tertentu.
Pada penjelasan UU Kesehatan pasal 15 dinyatakan sebagai berikut:
1) Tindakan medis dalam bentuk pengguguran kandungan dengan alasan apapun dilarang, karena bertentangan dengan norma hukum, norma agama, norma kesusilaan dan norma kesopanan. Namun dalam keadaan darurat sebagai upaya untuk menyelamatkan jiwa ibu atau janin yang dikandungnya dapat diambil tindakan medis tertentu.
2) Butir a: Indikasi medis adalah suatu kondisi yang benar-benar mengharuskan diambil tindakan medis tertentu, sebab tanpa tindakan medis tertentu itu ibu hamil dan janinnya terancam bahaya maut.
3) Butir b: Tenaga kesehatan yang dapat melakukan tindakan medis tertentu adalah tenaga yang memiliki keahlian dan kewenangan untuk melakukannya, yaitu seorang dokter ahli kebidanan dan penyakit kandungan.
4) Butir c: Hak utama untuk memberikan persetujuan (informed consent) ada pada ibu hamil yang bersangkutan, kecuali dalam keadaan tidak
sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya, dapat diminta dari suami atau keluarganya. 10
5) Butir d: Sarana kesehatan tertentu adalah sarana kesehatan yang memiliki tenaga dan peralatan yang memadai untuk tindakan tersebut dan telah ditunjuk pemerintah.
Didalam UU Kesehatan ini belum disinggung soal masalah kehamilan akibat perkosaan, akibat hubungan seks komersial yang menimpa pekerja seks komersial ataupun kehamilan yang diketahui bahwa janin yang dikandung tersebut mempunyai cacat bawaan yang berat.
1. Dalam peraturan pemerintah sebagai pelaksanaan dari pasal ini dijabarkan antara lain mengenai keadaan darurat dalam menyelamatkan jiwa ibu hamil atau janinnya, tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan bentuk persetujuan, sarana kesehatan yang ditunjuk.
b. Pasal 80
Barang siapa dengan sengaja melakukan tindakan medis tertentu terhadap ibu hamil yang tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah)
3. UU HAM, pasal 53 ayat 1
Setiap anak sejak dalam kandungan berhak untuk hidup, mempertahankan hidup dan meningkatkan taraf kehidupannya.
4. UU Penghapusan KDRT
Pasal 10 mengenai hak-hak korban pada butir (b) : Korban berhak mendapatkan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis.
Di sini dicoba disimpulkan sesuatu dan mempunyai persepsi dari pernyataan butir-butir pasal UU KDRT sebelumnya yang saling berkaitan :
1. Pasal 2(a) : Lingkup rumah tangga ini meliputi : Suami, isteri, anak.
2. Pasal 5 : Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya dengan cara:
1. Kekerasan fisik
2. Kekerasan psikis
3. Kekerasan seksual
4. Penelantaran rumah tangga
5. Pasal 8(a) : Kekerasan seksual meliputi :
• Pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut.
• Pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersil dan/atau tujuan tertentu.
Dalam UU ini memang tidak disebutkan secara tegas apa yang dimaksud dengan ‘pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan medis’ pada pasal 10, namun apabila dikaitkan dengan kekerasan seksual yang berefek pada kehamilan yang tidak diinginkan, maka korban diasumsikan dapat meminta hak atas pelayanan medis untuk mengakhiri kehamilannya, karena secara medis, korban akan mengalami stres ataupun depresi, dan bukan tidak mungkin akan menjadi sakit jiwa apabila kehamilan tersebut diteruskan.
Dari uraian penyebab inilah mungkin didapatkan gambaran mengenai penggolongan aborsi yang akan dilakukan. Pada faktor ke-5 sudah jelas dapat digolongkan pada aborsi terapetikus, sesuai dengan UU Kesehatan pasal 15 tentang tindakan medis tertentu yang harus diambil terhadap ibu hamil demi untuk menyelamatkan nyawa ibu. Faktor ke-2 dan 3, mungkin para ahli kesehatan dan ahli hukum dapat memahami alasan aborsi karena merupakan hal-hal yang di luar kemampuan ibu, dimana pada faktor ke 2, apabila bayi dibiarkan hidup, mungkin akan menjadi beban keluarga serta kurang baiknya masa depan anak itu sendiri. Namun keadaan ini bertetangan dengan UU HAM pasal 53 mengenai hak hidup anak dari mulai janin sampai dilahirkan, dan pasal 54 mengenai hak untuk mendapatkan perawatan, pendidikan, pelatihan dan bantuan khusus atas biaya negara bagi setiap anak yang cacat fisik dan mental. Pada faktor ke 3, kemungkinan besar bayi tidak akan mendapatkan kasih sayang yang layak, bahkan mungkin akan diterlantarkan ataupun dibuang, yang bertentangan dengan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak mengenai hak anak untuk hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan.
Sedangkan bagi ibu yang merupakan korban pemerkosaan itu sendiri, hal ini merupakan keputusan yang kurang adil apabila kehamilan akibat perkosaan itu dilanjutkan, karena dia sendiri adalah korban suatu kejahatan, dan pasti akan merupakan suatu beban psikologis yang berat. Sedangkan pada faktor 1, 4, dan 6, jelas terlihat adalah kehamilan diakibatkan oleh terjadinya hubungan seks bebas, yang apabila dilakukan tindakan aborsi, dapat digolongkan pada aborsi provokatus kriminalis bertentangan dengan KUHP Pasal 346-349 dan UU Kesehatan pasal 4 tentang perlindungan anak.
Dari penjelasan tersebut, didapatkan gambaran mengenai aborsi legal dan illegal. Aborsi provokatus/buatan legal yaitu aborsi buatan yang sesuai dengan ketentuan-ketentuan sebagaimana diatur dalam UU Kesehatan, yaitu memenuhi syarat sebagai berikut:
1. Berdasarkan indikasi medis yang kuat yang mengharuskan diambilnya tindakan tersebut;
2. Oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan;
3. Dengan persetujuan ibu hamil yang bersangkutan atau suami ataupun keluarganya;
4. Pada sarana kesehatan tertentu.
Setiap dokter pada waktu baru lulus bersumpah untuk menghormati hidup mulai sejak saat pembuahan, karena itu hendaknya para dokter agar selalu menjaga sumpah jabatan dan kode etik profesi dalam melakukan pekerjaannya. Namun pada kehidupan sehari-hari, banyak faktor-faktor yang berperan, seperti rasa kasihan pada perempuan yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, faktor kemudahan mendapatkan uang dari praktik aborsi yang memakan biaya tidak sedikit ataupun faktor-faktor lainnya.
Sejak abad 5 SM, Hipokrates sudah bersumpah antara lain bahwa ia “tidak akan memberikan obat kepada seorang perempuan untuk menggugurkan kandungannya”. Sumpah itu kemudian kemudian menjadi dasar bagi sumpah dokter sampai sekarang. Pernyataan Geneva yang dirumuskan pada tahun 1984 dan memuat sumpah dokter antara lain menyatakan bahwa para dokter akan “menghormati setiap hidup insani mulai dari saat pembuahan”. Pernyataan itu juga termuat dalam sumpah dokter Indonesia yang dirumuskan dalam PP no.26/1960. 13
Sikap para dokter se-dunia terhadap pengguguran terutama dirumuskan dalam “Pernyataan Oslo” pada tahun 1970, yang terutama menyoroti hal pengguguran berdasarkan indikasi medis.
Oleh sebab itu di mana hukum memperbolehkan pelaksanaan pengguguran terapetis, atau pembuatan UU ke arah itu sedang dipikirkan, dan hal ini tidak bertentangan dengan kebijaksanaan dari ikatan dokter nasional, serta dimana dewan pembuat undang-undang itu ingin atau mau mendengarkan petunjuk dari profesi medis, maka prinsip-prinsip berikut ini diakui:
1. Pengguguran hendaklah dilakukan hanya sebagai suatu tindakan terapetis.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan seyogyanya sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh dua orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka.
3. Prosedur itu hendaklah dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten dalam instalasi-instalasi yang disetujui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika seorang dokter merasa bahwa keyakinan hati nuraninya tidak mengizinkan dirinya menganjurkan atau melakukan pengguguran, ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan kelangsungan pengurusan medis kepada koleganya yang kompeten.
Dihimbau bagi para dokter ataupun tenaga kesehatan lainnya agar:
1. Tindakan aborsi hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik.
2. Suatu keputusan untuk menghentikan kehamilan, sedapat mungkin disetujui secara tertulis oleh minimal dua orang dokter yang kompeten dan berwenang.
3. Prosedur tersebut hendaknya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten di instansi kesehatan tertententu yang diakui oleh suatu otoritas yang sah.
4. Jika dokter tersebut merasa bahwa hati nuraninya tidak sanggup melakukan tindakan pengguguran, maka hendaknya ia mengundurkan diri serta menyerahkan pelaksanaan tindakan medis ini pada teman sejawat lainnya yang juga kompeten .
5. Selain memahami dan menghayati sumpah profesi dan kode etik, para dokter dan tenaga kesehatan juga perlu meningkatkan pemahaman agama yang dianutnya.
C. Aspek Hukum Aborsi.
Pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak atau yang memutuskan untuk tidak mempunyai anak dapat mengajukan permohonan pengesahan atau pengangkatan anak. Demikian juga bagi mereka yang memutuskan untuk tidak menikah atau tidak terikat dalam perkawinan.




BAB III
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
        Gugur kandungan atau aborsi (bahasa Latin: abortus) adalah berhentinya kehamilan sebelum usia kehamilan 20 minggu yang mengakibatkan kematian janin. Apabila janin lahir selamat (hidup) sebelum 38 minggu namun setelah 20 minggu, maka istilahnya adalah kelahiran prematur. (Wikipedia, 2009).
Abortus dibagi menjadi 2
1. Abortus provokatus therapeutik
2. Abortus provokatus kriminalis
Bayi tabung atau pembuahan in vitro ( bahasa Inggris : in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Adopsi diambil dari bahasa Inggris adoption yang berarti pengangkatan atau pemungutan. Dalam hal ini adopsi berarti pengangkatan anak oleh seseorang atau keluarga yang dikalukan untuk tujuan tertentu. Adopsi dapat dilakukan seseorang pada seorang anak, baik saat masih bayi maupun sudah balita bahkan sudah remaja, namun umumnya dilakukan pada saat si anak masih bayi.

3.2. Saran
Saran dari saya sebagai individu dan bagi individu adalah :
1. Sebaiknya jangan melakukan inseminasi buatan jikalau memang hukum agama dan negara yang berlaku di masyarakat
2. Jangan melakukan aborsi dengan tidak ada indikasi tertentu yang mengarah kegawatdaruratan dan hanya boleh dilakukan oleh tenaga medis yang berwenang.
3. Jika ingin mengadopsi seorang anak sebaiknya melalui lembaga hukum.
DAFTAR PUSTAKA

Azhari. 2002. Masalah Abortus dan Kesehatan Reproduksi Perempuan.Palembang.

Fadlun, dkk. 2011. Asuhan 
Kebidanan Patologis. Jakarta : Salemba Medika. Hlm. 40-43.

Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis 
Obstetri. Edisi 2. Jakarta: EGC. Hlm. 209-217.

Walsh, Linda. 2008. Buku Ajar Kebidanan Komunitas. Jakarta:EGC. Hlm: 447-450.
Image, zazzle.co.uk

 Sarwono, Sarlito. 2009.Faktor yang Mendorong Aborsi. Diakses tanggal 21 april 2013 jam 20.49 Wib dari

Prawirohardjo, Sarwono. 2002.Ilmu Kebidanan. Jakarta : Tridasa Printer.Wikipedia. 2009.Gugur Kandungan
. Diakses tanggal 21 januari jam 17.23wib, dari

http://www.aborsi.org/artikel14.htm
http://informasi-kesehatan-remaja.blogspot.com/2012/11/kehamilan-tidak-diinginkan.html
http://www.askinna.com/2012/07/selesai-aborsi-masih-perdarahan-dan.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar